Obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan secara umum pada jaringan subkutan dan jaringan lainnya di seluruh tubuh. Obesitas juga sering dikaitkan dengan kelebihan berat badan (overweight) walaupun tidak selalu identik. Komposisi tubuh orang dewasa diketahui terdiri dari 60% air, 17% protein, 17% lemak, dan lain-lain. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas (Hidajat 2011).
Etiologi Obesitas
Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi. Selain itu faktor-faktor penyebabnya adalah genetik, pola makan, gaya hidup serta pengaruh lingkungan dan emosional (Bagian gizi RSCM 1999). Kelebihan energi dapat terjadi sebagai akibat masukan energi yang berlebihan, penggunaan energi yang kurang atau kombinasi kedua hal tersebut. Masukan energi yang berlebihan, yang biasanya dihubungkan dengan bertambahnya nafsu makan, terdapat pada keadaan berikut:
a. Gangguan psikologik atau emosional, dalam hal ini makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam mendapatkan rasa kasih sayang, ketenangan dan ketentraman jiwa yang tidak diperoleh penderita sebelumnya.
b. Kelainan pada hipotalamus, kelenjar hipofisis,dan lesi otak lainnya yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap pusat rasa kenyang.
c. Hiperinsulinisme, pada keadaan ini terjadi perendahan lipolisis, peninggian sintesis dan pengambilan lemak.
d. Kebiasaan pemberian makan, misal pemberian susu botol secara berulang pada bayi setiap kali menagis dan rewel atau pemberian makanan padat tinggi kalori sejak masa awal.
e. Predisposisi genetik,yang terdapat pada beberapa binatang tertentu dan mungkin juga pada manusia. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak kembar monozigotik walaupun dibesarkan terpisah mempunyai BB yang hampir sama dibandingkan dengan anak kembar dizigotik yang dibesarkan bersama.
Penggunaan energi yang kurang mungkin ditemukan pada kedaan berikut:
a. Merendahnya nilai metabolisme dasar, seperti perawatan baring yang lama pada penyakit menahun
b. Berkurangnya aktivitas jasmani, meskipun dalam hal ini tanpa disertai masukan yang berlebih.
Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Hidajat 2011).
Tanda dan Gejala Obesitas
1. Anamnesis: saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja. Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous):
· Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul
Riwayat gaya hidup:
a) Pola makan atau kebiasaan makan
b) Pola aktifitas fisik: sering menonton televisi
Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes melitus tipe II.
2. Pemeriksaan fisik:
Adanya gejala klinis obesitas seperti:
Manifestasi kliniknya dapat juga berupa sebagai berikut:
a. Wajah membulat.
b. Pipi tembem.
c. Dagu rangkap.
d. Leher relatif pendek.
e. Dada membusung, dengan payudara yang membesar karena mengandung jaringan lemak.
f. Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.
g. Kedua tungkai umumnya berbentuk X, dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan akibatnya, timbullah lecet.
h. Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak (burried penis).
3. Pemeriksaan penunjang: analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika ada tanda-tanda kelainan).
4. Pemeriksaan antropometri:
· Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB > 120% BB Ideal.
· Pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.
· Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit atau TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85.
5. Gambaran Laboratorik Obesitas
Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri (Hidajat 2011).
Pengobatan, Perawatan, Pencegahan, dan Anjuran Gizi
Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah atau modifikasi pola hidup. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Selain itu dilakukan pengaturan aktifitas fisik. Aktifitas fisik lebih tepat yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Mengubah pola hidup atau perilaku, diperlukan peran serta keluarga sebagai komponen intervensi, dengan cara : pengawasan sendiri terhadap berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol rangsangan untuk makan. Keluarga diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar penderita yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
Keluarga menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa percaya diri. Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah (WHO 2000).
Pengobatan obesitas prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah atau modifikasi pola hidup. Tujuan diet untuk menurunkan berat badan antara lain:
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai umur, gender, dan kebutuhan fisik.
2. Mencapai IMT normal.
3. Mengurangi asupan energi, sehingga tercapai penurunan berat badan sebanyak ½ -1 kg/minggu.
4. Mempertahankan status kesehatan yang optimal.
Syaratnya terdiri dari:
1. Energi rendah. Pengurangan dilakukan secara bertahap.
2. Protein sebesar 15% dari total kebutuhan energi.
3. Lemak < 30% dari kebutuhan energi. Usahakan dari lemak tidak jenuh ganda.
4. Karbohidrat sebesar 55-65% dari total kebutuhan energi.
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan.
6. Dianjurkan 3 kali makan utama dan 1-2 kali selingan.
7. Mengandung serat 25-30 g/hari.
8. Cairan cukup (8-10 gelas)/hari.
Bahan makanan sumber karbohidrat, penderita overweight atau obese lebih dianjurkan mengkonsumsi sumber karbohidrat kompleks dibandingkan sumber karbohidrat sederhana. Sumber protein hewani yang dianjurkan untuk para penderita overweight atau obese adalah daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging asap, susu, dan keju rendah lemak. Tempe, tahu, susu kedelai, kacang-kacangan yang diolah tanpa digoreng atau dengan santan kental merupakan sumber protein nabati yang dianjurkan untuk para penderita obese. Sayur dan buah yang dianjurkan untuk dikonsumsi diutamakan yang memiliki banyak kandungan serat. Tidak dianjurkan pengolahan dengan santan kental, digoreng, dan makanan dengan kadar lemak yang tinggi.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan lebih lanjut angka kecukupan energi per waktu makan agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan energi secara keseluruhan. Selain itu, perlu diperhatikan keragaman dan keseimbangan pangan yang dipilih agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan lemak dan protein dalam diet. Sebaiknya penggunaan gula dan santan dibatasi dalam penyusunan diet dan hanya digunakan seperlunya (Bagian gizi RSCM dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama.
Bagian gizi RSCM dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 1999. Petunjuk Diet. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
WHO. 2000. Obesity : Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report Series ; 894. Geneva.